Danau Tanralili, Sepotong Surga di Kaki Gunung Bawakaraeng

 


Bagi para pendaki, khususnya yang ada di Sulawesi Selatan, sebagian mungkin sudah tidak asing lagi dengan tempat yang satu ini.

Danau Tanralili merupakan sebuah danau yang terletak di kaki gunung Bawakaraeng.
Lokasinya di Lengkese' Desa Manimbahoi Kecamatan Parigi--Malino, Kab. Gowa.

Kerap kali Danau ini disebut sepotong surga di kaki gunung Bawakaraeng karena keeksotisannya yang mampu membuat siapa saja terpanah saat melihat pemandangan di sekeliling danau ini.

Akses menuju ke lokasi

Jarak dari Kota Makassar ke Desa terakhir (Manimbahoi) sekitar 68Km. Biasanya di tempuh selama dua atau tiga jam perjalanan.

Hari itu, saya berangkat bersama Kak Mirna--teman kantor dari Takalar. juga satu orang adik sepupu Saya yang ikut dari kampung, namanya Jumriana. 

Sedangkan dua orang teman yang lainnya adalah Kak Shandi dan Kak Udhien. Mereka berangkat dari Makassar lewat jalan Hertasning sedangkan Kami bertiga start dari Takalar lalu lewat bili-bili dan akhirnya bertemu di titik kumpul kampung Bu'rung-Bu'rung.

Titik ini memang sudah seperti rest area bagi pendaki maupun para wisatawan yang akan berlibur ke kota bunga--Malino. 

Mereka berdua (Kak Shandi dan Kak Udhien) yang akan jadi Guide dalam perjalanan kami menuju Danau Tanralili. Danau yang sering kali disebut-sebut sebagai Ranu Kumbolonya Bawakaraeng.

Dari Jalan poros Malino, sebelum masuk kota Malino, belok kanan menuju Desa Manimbahoi' kemudian setelah itu harus melewati jembatan panjang dan sempit yang membentang di atas sungai. Cukup deg-degan pas lewat sini karena motor terpeleset sedikit saja, jatuh ke sungai adalah akibatnya. Dan di bawah sana arus air yang cukup deras sudah menanti. 

Melintasi sungai ini harus ekstra hati hati karena saat saya lewat tidak ada besi pengaman pada kedua sisi.

Biaya Parkir

Setelah sampai di Desa Lengkese' kami beristirahat sejenak di salah satu rumah warga yang juga kebetulan mempunyai warung kecil sehingga kami bisa mengisi kampung tengah dengan mie rebus tanpa harus bongkar logistik yang sudah tertata rapi dalam carrier.

Selain beristirahat, kami berlima juga menitipkan motor di rumah tersebut dengan biaya Rp 5.000 satu motor.

Setelah beres kami pamit dan memulai perjalanan sekitar jam 4 sore. Dalam perjalanan kami sempat bertemu dengan rombongan pendaki lain yang sudah turun.

Biaya Registrasi

Di pos pendaftaran, barang yang kami bawa harus di cek sehingga terpaksa harus membongkar carrier. Mengenai jumlah persediaan makanan yang kami bawa diperiksa sedetail mungkin.

Setelah proses pemeriksaan selesai, kami melakukan registrasi dengan biaya masing-masing Rp 5.000 per kepala. Tapi sebelum kami sempat merogoh uang dari saku, Kak Shandi sudah mendahului kami membayar biaya registrasi. Sebenarnya agak merasa tidak enak karena harus dibayarin tapi yah mau gimana lagi karena sudah terlanjur.

"Tidak boleh menolak rejeki." begitu kalimat yang sering saya dengar dari orang-orang.

Sumber foto : Dokpri

Waktu tempuh perjalanan

Dari Lengkese' Desa Manimbahoi hingga danau tanralili biasanya bisa dicapai dengan 3 jam perjalanan atau tergantung ritme perjalanan masing-masing.

Akan tetapi saya bersama teman-teman waktu itu menghabiskan waktu 4-5 jam di jalur, selain karena jalan malam, kami juga harus menunggu teman yang tidak bisa jalan cepat.

Dari sinilah keegoisan akan diuji. Kata Kak Shandi "Jika kau ingin mengetahui sifat asli temanmu, maka ajaklah ia ke gunung." karena di gunung sifat asli seseorang akan nampak dengan sendirinya.

Dengan bermodalkan headlamp, kami berlima menyusuri jalur pendakian dengan berbagai macam trek. Jalan yang licin, berbatu, hingga beberapa kali mendaki bukit dan melewati lembah.

Sumber foto : Dokpri



Foto diambil saat perjalanan pulang



Tidak ada pemandangan, hanya gelap dan dingin yang setia menemani perjalanan kami.

Iseng-iseng saya bertanya kepada Guide perjalanan--Kak Shandi dan Ka Udhien.

"Kenapa kita berjalan malam?" Katanya, Salah satu manfaat berjalan malam hari adalah supaya kita tidak terlalu mudah capek karena tubuh tidak membuang terlalu banyak energi seperti saat berjalan di bawah terik dan yang kedua adalah supaya kami bertiga (Saya, Kak Mirna dan Jum) tidak mengeluh duluan melihat jalur pendakian di depan sana.

Puncak Danau Tanralili

Danau yang terletak di atas ketinggian 1.454 mdpl ini terbentuk akibat longsoran gunung bawakaraeng sehingga membentuk cekungan yang cukup dalam. 

Kami tiba sekitar jam 9 malam, dan suasana benar-benar sepi karena kami memang sengaja datang diakhir waktu libur. Hanya ada satu tenda di tepi danau.  

Dokpri





Tempat ini benar-benar sunyi, jauh dari hiruk pikuk aktifitas pendaki lain. Tidak akan ada suara musik yang mengganggu waktu istirahat kami, tidak ada teriakan dari pendaki lain yang suka berbuat gaduh hingga tengah malam.

Hal pertama yang kami lakukan ketika sampai adalah mendirikan tenda, memasak, kemudian makan malam lalu istirahat untuk memulihkan kembali tenaga yang sudah terbuang.

Malam ini, kami benar benar merasakan kedamaian di alam bebas, hanya Suara gemericik air mengalun syahdu sebagai pengantar istirahat kami.

Pagi menyambut ... Begitu membuka tenda, danau dengan air yang cukup tenang terbentang di depan kami, rasanya pengen langsung nyemplung aja tapi ada aturan yang harus diindahkan Dilarang berenang Selain dikhawatirkan akan mengotori air yang mengalir ke rumah warga juga karena pernah ada peristiwa orang tenggelam di danau ini, mungkin itulah sebabnya mengapa pendaki sekarang dilarang melakukan aktifitas berenang.
Dari ketinggian Danau Tanralili menyerupai bentuk love


Lelah sudah terbayarkan dengan tunai. Sekarang waktunya mengeksplore keindahan danau Tanralili. Mengambil gambar di setiap sudutnya sebagai tanda bukti bahwa kami pernah ke sini.

Danau ini dikelilingi oleh bukit dengan berbagai bentuk yang berbeda. Pemandangan alam yang hijau merilekskan penglihatan kami. 

Hari itu Sedikit Jauh dari tumpukan kertas dan deadline kerja di hari senin yang biasanya padat merayap.

Keindahan Danau Tanralili dari atas bukit


Ah benar saja, Di dunia ini memang tidak ada syurga tapi banyak potongan-potongan keindahan alam yang membuat kita serasa menikmati syurgaNya.

Lalu nikmat mana lagi yang kamu dustakan?

Foto bersama sebelum pulang

 Setelah  sarapan pagi, kami memutuskan untuk pulang. Sekitar jam sepuluh pagi kami meninggalkan Danau Tanralili. Sepanjang perjalanan kami tak henti memuji ciptaanNya, begitu takjub dengan pemandangan sekitar yang tak sempat kami saksikan karena tracking malam.

Sepanjang jalur, banyak sumber air yang kami lewati. Keindahan dan kejernihannya memaksaku mengguyurkan air tersebut ke atas kepala. Rasanya sedikit menambah kesegaran bagi tubuh yang berjalan di bawah terik matahari.

Beberapa kali, kami singgah di jalur mengambil potret yang semalam tak sempat kami lakukan karena tertutup gelap.

Di Pos 1 kembali dipertemukan dengan air terjun yang sayang jika dilewatkan tanpa mengambil potret di bawahnya.

Air terjun di pos 1

Kamera handphone kami baru berhenti membidik gambar ketika sampai di perkampungan. Sebab tak ada lagi hal menarik yang bisa di potret.

Kami kembali membersihkan diri dengan menumpang di rumah warga. Packing lalu kembali ke rumah masing-masing.

===
Terima kasih sudah berkenan mampir. Jika ada saran silahkan sampaikan di kolom komentar.

Salam rimba!
Salam lestari!


Komentar

  1. Seru banget kak perjalanannya! Aku baru tau ada danau ini ternyata di sulsel. Semoga kalau kesana lagi aku bisa coba kesini :D Thanks kaa sudah sharing

    BalasHapus
  2. Iya Kak...
    Boleh di coba liburan ksni.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review buku Bob Sadino : Mereka bilang saya gila!

Temu yang menjadi Candu

Corn Peeling